Selasa, 23 Desember 2008


UNTUKMU IBU

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak mampu 'ku membalas
Ibu...

IBU, seperti syair yang dinyanyikan Iwan Fals, benar-benar sosok yang luar biasa dalam kehidupan kita. Tidak jarang seorang ibu tampil menjadi penyelamat keluarga saat sang ayah tengah teperosok dalam krisis kehidupannya.

Ibu adalah sosok perempuan tangguh yang tetap tegar dalam empasan badai kehidupan. Ibu secara fisik bisa saja sosok yang lemah, namun ketika harus menyelamatkan anak-anaknya, ia bisa berubah menjadi tegas dan berani. Siap membela anak-anaknya dari ancaman dan bahaya apa pun.

Untuk itu, masih dalam suasana Hari Ibu, 22 Desember 2008, mari hadirkan kembali wajah ibu dalam bayangan kita. Dengan seizin Allah, genangan air mata akan membanjiri kelopak mata yang mungkin sudah sekian lama kita biarkan tak menyapanya. Kerut di pipinya mengisyaratkan kelelahan yang sangat, tenaga yang mulai habis dimakan waktu, seolah tak lagi sanggup sekadar mengangkat tubuh rapuhnya. Di bola matanya, tampak jelas guratan berat kehidupan yang telah dilalui. Semua itu, dilakukan hanya untuk kita, yang dicintainya.

Huwaish Al-Qarni, seorang sahabat Rasulullah, karena ingin membalas cinta sang ibu, rela menggendongnya pulang pergi ibadah haji. Bahkan sahabat lain, dilarang pergi berperang bersama Rasul, lantaran tidak ada yang mengurus ibunya yang sudah renta. "Rawat dan layani ibumu", perintah Rasul kepada sahabat itu.

Begitu pula ketika Nabi SAW ditanya tentang siapa yang paling patut dihormati dan diperlakukan sebaik-baiknya, Nabi menjawab, "Ibumu". Dan hal itu diulangnya sampai tiga kali, sebelum ia menyebut, "Bapakmu". Dalam hadis lain yang masyhur, Nabi SAW berkata, surga terletak di bawah telapak kaki kaum ibu.

Betapa rida dan keikhlasan doa ibu begitu meringankan langkah seorang anak dalam mengarungi kehidupan. Sehingga tidak sedikit orang yang sukses dalam kehidupannya adalah orang-orang yang sangat dekat dengan ibunya. Kita mungkin masih bisa melihat arsip-arsip nasihat Stanley Ann Dunham Soetoro, yang menjadi kekuatan luar biasa dalam membentuk kepribadian seorang Barack Obama, Presiden Amerika terpilih.

Bahkan rasa getir seorang Nancy Mattews manakala suatu hari, anaknya --bocah berusia 4 tahun, agak tuli dan bodoh di sekolah-- pulang ke rumah dengan membawa secarik kertas dari gurunya. Sang ibu membaca kertas tersebut, "Tommy, anak ibu, sangat bodoh. Kami minta ibu mengeluarkannya dari sekolah."

Nancy terhenyak membaca surat ini, namun ia segera bangkit dengan teguh, "Anak saya Tommy, bukan anak bodoh. Saya sendiri yang akan mendidik dan mengajarnya". Dan Tommy akhirnya tumbuh menjadi seorang Thomas Alva Edison, salah seorang penemu terbesar di dunia dengan 1.093 temuan yang dipatenkan atas namanya. Ibu memang luar biasa dalam kehidupan kita.

Sumber : Galamedia

Rabu, 10 Desember 2008

MENELADANI HAJAR, IBUNDA ISMAIL A.S.

Dalam sejarah para nabi, ibunda Ismail as., yaitu Hajar, merupakan sosok wanita yang sangat pantas mendapat julukan Ibu Para Nabi, sebagaimana gelar untuk suaminya, Ibrahim as.

Sekalipun ia seorang budak sahaya yang dinikahi oleh Nabi Ibrahim sebagai istri kedua setelah Sarah, namun ia memiliki tempat yang sangat istimewa di hati Nabi Ibrahim. Hajar teruji keimanannya setelah bersama suami dan anaknya menghadapi berbagai ujian dan cobaan yang sangat berat, dimulai dengan ditinggalkan di padang tandus arafah bersama anaknya yang masih balita, sampai menghadapi bujukan setan ketika suaminya mendapat perintah untuk menyembelih anaknya.

Beberapa keistimewaan Hajar, dapat dilihat berikut ini :

1. Penuh Tawakal Kepada Allah

Ibnu Abbas berkata: "Wanita pertama yang memakai ikat pinggang adalah ibu Ismail. Dia memakai ikat pinggang untuk menutupi tanda hamilnya di hadapan Sarah. Kemudian Ibrahim membawa Hajar dan Ismail --ketika itu Hajar sedang menyusukan Ismail-- lalu menempatkannya di samping Baitullah dekat pohon besar di atas zamzam dan bagian atas masjid. Ketika itu belum ada seorang pun tinggal di Mekah, juga tidak ada air. Di sanalah Ibrahim menempatkan mereka. Ibrahim meletakkan di samping mereka satu kantong kurma dan satu tong air. Kemudian Ibrahim pulang (ke Syam). Ibu Ismail segera membuntutinya dan berkata: 'Hai Ibrahim, pergi kemana engkau dan engkau tinggalkan kami di lembah yang tidak ada manusia dan apa-apanya ini?' Hajar menyampaikan pertanyaan itu kepada Ibrahim berulang kali, sementara Ibrahim tidak menoleh kepadanya sama sekali. Lalu Hajar bertanya lagi: 'Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan perbuatan ini?' Ibrahim menjawab: 'Ya.' Hajar berkata: 'Kalau demikian halnya, tentu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.' Kemudian Hajar kembali (ke Baitullah). Menurut satu riwayat210: 'Wahai Ibrahim, kepada siapa engkau tinggalkan kami?' Ibrahim menjawab: 'Kepada Allah.' Hajar berkata: 'Aku pasrah kepada Allah.'" (HR Bukhari)211

2. Tetap Tenang Meskipun Berada di Daerah Terpencil

Lanjutan hadits di atas, lalu Ibrahim berangkat hingga ketika sampai di Tsaniyyah dan mereka sudah tidak melihatnya lagi, Ibrahim menghadapkan mukanya ke arah Baitullah, lalu memanjatkan doa, sambil mengangkat kedua tangan dia berkata: "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman, di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." Selanjutnya, Ibu Ismail menyusukan Ismail dan dia sendiri minum dari air (yang ditinggalkan Ibrahim dalam tong tadi). Ketika air yang dalam tong itu habis, dia kehausan, dan begitu pula anaknya. Hajar melihat anaknya merintih kehausan. Karena tidak tahan melihat anaknya begitu, Hajar pun berangkat (untuk mencari air) Dia melihat bahwa Shafa adalah bukit yang terdekat dari tempat itu. Hajar berdiri di atas bukit itu dengan menghadap ke arah lembah untuk melihat apakah di sana ada orang. Namun dia tidak melihat seorang pun berada di sana. Lalu dia turun dari bukit Shafa hingga sampai ke lembah tersebut. Dia mengangkat ujung bajunya, lalu berlari sebagai larinya orang yang sangat kepayahan, sehingga dia berhasil menembus lembah itu. Kemudian dia sampai ke Marwah, lalu berdiri di atasnya dan melihat-lihat apakah ada seseorang di sana. Ternyata tidak ada seorang pun di sana. Dia melakukan hal itu (berlari dari Shafa ke Marwah) sebanyak tujuh kali. Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah saw. berkata: "Demikianlah halnya sa'i yang dilakukan manusia antara kedua bukit tersebut."

3. Allah Memuliakan Hajar

Lanjutan hadits di atas, "Tatkala Hajar sampai ke atas Marwah, dia mendengar suara, lalu dia berkata kepada dirinya sendiri: 'Diamlah kamu.' Dia tekun mendengarkan suara itu. Ternyata dia mendengarkan suara itu lagi, lalu dia berkata: 'Engkau telah memperdengarkannya. Jika kamu ingin memberi pertolongan, maka tolonglah aku.' Tiba-tiba malaikat (Jibril) muncul tepat pada tempat zamzam. Jibril menggali dengan tumitnya --atau berkata: 'Dengan sayapnya'-- hingga keluarlah air. Lalu Hajar membuat kubangan kecil dengan tangannya seperti ini, selanjutnya menciduk air tersebut dan memasukkannya ke dalam tong. Sedangkan air itu terus memancar setelah diciduk." Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi saw. bersabda: "Semoga Allah menyayangi Ibu Ismail. Seandainya dia meninggalkan zamzam --atau beliau bersabda: 'Seandainya dia tidak menciduk air itu'-- niscaya zamzam itu sudah menjadi mata air yang mengalir terus ke permukaan buini." Beliau bersabda: "Lalu Hajar minum dan menyusukan anaknya. Malaikat (Jibril) berkata kepada Hajar: "Janganlah kamu takut tersia-sia, karena sesungguhnya di sinilah Baitullah itu di mana anak ini dan ayahnya akan membangunnya kelak. Dan Allah tidak akan menyianyiakan keluarganya."

4. Menggeluti Kehidupan dan Arif dalam Berbuat

Lanjutan hadits di atas, "Adalah Baitullah ketika itu agak tinggi letaknya bagaikan bukit kecil. Apabila banjir datang, maka dia akan lewat di sebelah kanan dan sebelah kirinya. Demikianlah keadaannya hingga lewat dekat mereka rombongan dari Kabilah Jurhum atau Keluarga Jurhum. Mereka datang dari daerah Kada, lalu singgah di (satu tempat) di bawah Mekah. Mereka melihat burung-burung melayang-layang mengitari tempat itu, lalu mereka berkata: 'Burung itu pasti berputar-putar di atas air. Kita kenal betul dengan tempat ini dan biasanya tidak ada air.' Lalu mereka mengirim satu atau dua orang utusan yang berlari cepat. Ternyata mereka menemukan air. Lalu utusan itu kembali dan memberitahu Kabilah Jurhum bahwa disitu ada air Kemudian mereka mendatangi tempat air itu. Nabi saw. berkata: 'Ketika itu ibu Ismail berada dekat air itu.' Mereka berkata: 'Apakah kamu mengizinkan kami singgah di tempatmu ini?' Ibu Ismail menjawab: 'Boleh, asal kalian tidak punya hak atas air ini.' Mereka berkata: 'Ya, kami setuju.' Ibnu Abbas berkata: "Lalu Nabi saw. berkata: 'Rombongan itu tahu bahwa ibu Ismail merasa senang mendapatkan teman. Lalu mereka tinggal di situ. Kemudian mereka mengajak keluarga mereka untuk tinggal di tempat itu. Akhirnya semua anggota keluarga mereka tinggal di tempat itu. Selanjutnya Ismail tumbuh menjadi dewasa, lalu belajar bahasa Arab dari mereka. Mereka sangat sayang kepada Ismail dan merasa kagum kepadanya setelah dia dewasa. Ketika dia sudah akil balig, mereka mengawinkannya dengan salah seorang gadis mereka." (HR Bukhari)