Minggu, 23 Agustus 2009

GRATIS SEPANJANG MASA

Suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya di dapur, ia menyerahkan selembar kertas yang telah ditulisinya.

Sang ibu mengeringkan tangannya dengan celemek, ia pun membaca tulisan itu dan inilah isinya :

Untuk memotong rumput Rp.10.000
Untuk membersihkan kamar tidur minggu ini Rp. 21.000
Untuk pergi ke toko disuruh ibu Rp.5.000
Untuk menjaga adik waktu ibu belanja Rp.5.000
Untuk membuang sampah Rp.9.000
Untuk nilai yang bagus Rp.25.000
Untuk membersihkan halaman Rp.10.000


Jadi, jumlah utang ibu Rp.85.000

Sang ibu memendangi anaknya dengan penuh harap, berbagai kenangan terlintas dalam benak sang ibu lalu ia mengambil pulpen membalikkan kertasnya, dan inilah yang ia tuliskan :

Untuk Sembilan bulan ibu mengandung kamu…., gratis
Untuk semua malam ibu menemani kamu…., gratis
Mengobati kamu dan mendo’akan kamu…., gratis
Untuk semua saat susah dan air mata dalam mengurus kamu …., gratis
Untuk semua mainan,makanan dan baju …., gratis


Anakku….dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, akan kau dapati bahwa harga cinta ibu adalah…., gratis

Seusai membaca apa yang ditulis ibunya, sang anak pun berlinang air mata dan menatap wajah ibunya dan berkata :

Bu, aku sayang sekali sama ibu “. Kemudian ia mengambil pulpen dan menulis sebuah kata dengan huruf-huruf besar : “ LUNAS “.

Dikutip dari salah satu catatan dalam buku cinderamata pernikahan temanku.


BERAPA GAJI PAPA ?

Seperti biasa Rudi, kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas 3 SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.

kok belum tidur?” sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang papa menuju ruang keluarga, Imron menjawab, “aku nunggu papa pulang…sebab aku mau tanya berapa sih gaji papa ?”

Lho, tumben, kok nanya gaji papa? Mau minta uang lagi ya?”.

ah enggak…pengen tahu aja.” jawab Imron.

Oke, kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000. dan setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur,kadang sabtu papa masih lembur. Jadi , gaji papa dalam satu bulan berapa, hayo ?”

Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya, “kalau satu hari papa dibayar Rp 400.000 untuk 10 jam, berarti satu jam papa digaji Rp 40.000 dong,” katanya.

Wah pinter kamu…sudah, sekarang cuci kaki, bobo!”.Perintah Rudi, tetapi Imron tidak beranjak.

Sambil menyaksikan papanya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, “papa, aku boleh pijam uang Rp.5000 nggak ?”

sudah, nggak usah macam-macam lagi.Buat apa minta uang malam-malam begini? Papa capek dan mau mandi dulu.Tidurlah…!”.

Tapi papa…” Kesabaran Rudi habis.

Papa bilang, tidur!” hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.15.000 di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata,”maafkan papa, nak, papa sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau mainan, besok kan bisa…jangankan Rp.5000 lebih dari itu pun papa kasih.”

Papa, aku nggak minta uang…aku pinjam…Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini…”.

Iya, iya tapi buat apa ?” Tanya Rudi lembut.

Aku menunggu papa dari jam 8…aku mau ajak papa main ular tangga, tiga puluh menit saja, mama sering bilang kalau waktu papa itu sangat berharga.Jadi , aku mau ganti waktu papa…aku buka tabunganku, ada Rp.15.000 tapi karena papa bilang satu jam papa dibayar Rp.40.000 maka setengah jam aku harus ganti Rp.20.000 uang tabunganku kurang Rp.5.000. Makanya aku mau pinjam dari papa,” kata Imron polos.

Rudi terdiam…ia kehilangan kata-kata, dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari,ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya…

Dikutip dari salah satu catatan dalam buku cinderamata pernikahan temanku.

MATA AIR KEBAHAGIAAN

Kebahagiaan adalah kata kunci yang paling penting dan melekat dalam kehidupan makhluk di alam semesta ini. Pengorbanan yang harus dikeluarkan untuk meraih kebahagiaan kadangkala disetarakan dengan kehidupan itu sendiri, sehingga banyak yang rela mengorbankan kehidupannya, demi meraih kebahagiaan.

Asumsi-asumsi tentang kebahagiaan beraneka ragam, tentu saja karena sudut pandang untuk melihat sisi kebahagiaan itu juga beraneka ragam. Ada yang menginterpretasikan bahwa kebahagiaan identik dengan kekayaan dan kemewahan, sehingga siang dan malam ia sibuk mengumpulkan dan menumpuk harta benda, tanpa peduli dengan kesehatan dirinya. Bahkan dengan umur yang dimilikinya pun ia gerogoti, sampai habis, walau kebahagiaan yang didambakannya itu pun tak kunjung datang.

Sebagian lagi ada yang memandang bahwa kebahagiaan identik dengan pangkat, kedudukan, tahta dan jabatan. Namun, ketika semuanya itu ia kejar justru yang didapat adalah keresahan, kebimbangan, dan ketidaktenangan batin. Serta sebagian lagi ada yang mengidentikkan kebahagiaan dengan ketampanan, kecantikan, kekuatan dan kemampuan, namun lagi-lagi itu semua malah mengantarkannya kepada kebinasaan.

Socrates, sang filusuf, pun pernah berpendapat, “Berapa banyak keindahan yang berubah menjadi aib. Berapa banyak orang yang dengan kekuatan, namun tak berdaya menghindari bahaya dan sengsara. Berapa banyak orang yang bergelimang harta kekayaan tapi hatinya selalu hampa dan gelisah. Dan berapa banyak orang yang namanya tersohor dimana-mana tapi tak lama kemudian sirna dan menjadi sebaliknya.” Selanjutnya ia menegaskan bahwa akar kebahagiaan adalah dengan bersungguh-sungguh mencari keutamaan-keutamaan serta mewujudkan perilaku yang baik dan terpuji.

Imam ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan kepada kita bahwa untuk meraih kebahagiaan, “Hendaklah keluar dari kehinaan maksyiat menuju keagungan taat”. Jadi kebahagian hanya dapat diraih dari mata air sumber kebahagiaan itu, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, jika kita meraihnya dengan ketaatan yang kita lakukan terhadap perintah-Nya dan ketaatan untuk menghindarkan diri dari segala yang dicegah-Nya, adalah kunci untuk membuka tirai menuju kebahagiaan.

Usep Supriatna

Sabtu, 22 Agustus 2009

MAKNA KEDEWASAAN

Waktu dalam kehidupan bagi seorang manusia, adalah sebuah misteri. Waktu adalah kumpulan titik-titik abstrak yang memanjang dan menjadi dimensi yang tidak lepas dari perilaku manusia. Waktu bukan ruang hampa yang terbebas dari tindakan manusia. Setiap detik dengan detik lainnya memiliki pemaknaan yang berbeda.
Kanjeng Nabi telah berwasiat. "Hari ini harus lebih baik dari kemarin." Wasiat yang mengingatkan kepada betapa penting memaknai setiap detik yang dilalui. Tanpa pemaknaan yang berarti, hidup menjadi mubazir dan kemubaziran adalah pangkal kehancuran.

Beliau juga bersabda : Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru, “Wahai putra-putri Adam, Aku adalah Waktu, aku makhluk yang baru yang akan menjadi saksi atas perbuatanmu. Maka gunakanlah aku, karena aku tidak aan kembali sampai hari kiamat.”

Seorang Ulama berkata : “Waktu adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau kota dan desa, membangkitkan semangat atau meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu, selaian Tuhan, tidak akan mampu melepaskan diri darinya
Maka, tidakkah kita ingin membuat makna berbeda bagi setiap jengkal usia yang ditambahkan dalam hidup kita ?

Manusia adalah makhluk yang melewati beragam proses menuju kesempurnaan. Manusia merupakan lokus bagi gabungan dari "unsur Suci" (Ruh Ilahi) yang menyebabkan para malaikat sujud kepada Adam dan "unsur hina" (debu tanah) yang menjadikan Iblis bersikap rasis enggan sujudnya. Unsur Suci adalah "kodrat langit" yang memberi potensi ketakwaan sehingga manusia dapat lebih mulia daripada malaikat, dan unsur debu tanah adalah "kodrat bumi" yang memberi potensi berbuat fujur (dosa) sehingga manusia bisa meluncur ke derajat yang lebih hina.

Sejak lahir kodrat bumi memaksa kita untuk menuju kedewasan secara fisik-biologis, dan kodrat langit memberi pilihan kepada kita untuk menuju kedewasaan secara psikis-spiritual. Kedewasaan bukan sekedar kesiapan untuk menhasilkan keturunan (reproduksi), tetapi kedewasaan adalah kemampuan untuk melahirkan keputusan memilih jalan yang terbaik bagi kelangsungan hidupnya.

Mencapai usia dewasa merupakan anugerah Allah SWT yang paling besar kepada seseorang, karena di usia ini ia akan diberikan karunia hikmah dan kebijaksanaan sehingga terbentang dihadapannya jalan kebenaran dan diteguhkan hatinya dalam ketaatan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Dan setelah menjadi dewasa dan cukup umurnya, Kami anugerahkan kepadanya hikmah dan ilmu pengetahuan. Demikianlah Kami memberi balasan bagi orang-orang yang melakukan kebajikan. " (QS. 28;14)

" ... sehingga apabila dia telah dewasa dan mencapai umur empatpuluh tahun, berkatalah ia: 'Ya Tuhanku, tunjukilah aku jalan untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kedua ibu-bapakku, dan doronglah aku untuk berbuat amal saleh yang Engkau ridhai ..." (QS. 46;15)

As-Syaikh al-Arif Abdul Wahhab bin Ahmad as-Sya'rani dalam kitabnya al-Bahrul-Maurud menyebutkan: "Telah diambil janji-janji dari kita, bahwa apabila kita telah mencapai umur empatpuluh tahun, hendaklah bersiap-siap dengan melipat kasur-kasur dan selalu ingat bahwa kita sekarang sedang dalam perjalanan menuju akhirat pada setiap nafas yang kita tarik sehingga tidak akan lagi merasa tenang hidup di dunia. Di samping itu hendaknya kita menghitung setiap detik dari umur kita sesudah melebihi empat puluh tahun, sebanding dengan seratus tahun sebelumnya."

Imam Syafi'i (rahimahullah), setelah mecapai umur empat puluh tahun, berjalan dengan sebatang tongkat kayu. Ketika ditanya sebabnya, beliau berkata:"Supaya aku senantiasa ingat bahwa aku adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju akhirat."

Berkata Wahab bin Munabbih: "Aku baca dalam beberapa kitab, bahwasanya ada suatu suara menyeru dari langit ke-empat pada setiap pagi: ' Wahai orang-orang yang telah berusia empatpuluh tahun! kamu adalah tanaman yang telah dekat dengan masa penuaiannya. Wahai orang-orang yang telah berusia limapuluh tahun! Sudahkah kamu ingat tentang apa yang telah kamu perbuat dan apa yang belum? Wahai orang-orang yang telah berusia enampuluh tahun! Tidak ada lagi dalih bagimu. Oh, alangkah baiknya seandainya semua mahluk tidak diciptakan! Atau jika mereka telah diciptakan, seharusnya mereka mengetahui, mengapa mereka diciptakan. Awas, saatmu telah tiba! Waspadalah! "

Oleh karena itu, sudah sepantasnya tahapan kedewasaan ini dimaknai secara utuh oleh kita, bukan sekedar dari jumlah usianya, namun juga kematangan yang layak dimiliki, sebagai bentuk syukur atas karunia yang diberikan-Nya itu. Berbahagialah bagi mereka yang diberi kesempatan oleh Allah mencapai usia kedewasaan ini.

Ya Allah, bimbinglah aku dengan hidayah-Mu, agar mampu memanfaatkan sisa perjalanan hidupku menjadi semakin dekat mencapai keridhaan-Mu

Usep Supriatna

CINTA ALTRUISTIK


Cinta adalah sebuah kata yang memiliki makna yang sangat luas. Bila kita menanyakan definisi tentang cinta kepada setiap orang, maka akan didapatkan beragam pengertian dan definisi tentang cinta.

Definisi yang paling umum dan popular di kalangan masyarakat, “cinta adalah keseimbangan dalam menerima (to take) dan memberi (to give)” . Definisi itu ingin menjelaskan bahwa didalam kamus cinta berlaku sebanyak apapun harapan yang kita terima dari yang dicintai tergantung sejauhmana kita memberi sesuatu kepadanya. Namun, pengertian cinta yang mendahulukan menerima (to take) dari pada memberi (to give) dalam kenyataannya seringkali tidak seimbang. Bahkan boleh jadi kita lebih banyak menerima ketimbang memberi. Sehingga di kalangan muda-mudi ada pemeo, “ada uang abang kusayang, tak ada uang abang kutendang”.

Jika kita mau mengintrospeksi diri, kita cenderung mencintai dengan cara yang kita anggap baik, bukan menyesuaikannya dengan kebutuhan dari yang kita cintai. Akhirnya kita menganggap telah melakukan banyak hal untuk yang kita cintai. Sementara kita merasakan bahwa pengorbanan kita tidak dihargai dan kita tidak mendapatkan yang diharapkan dari yang kita cintai. Hal ini sebenarnya dapat dihindari jika kita mencintai secara produktif dan altruistik, sebagaimana dikemukakan Erich Fromm, seorang filsuf dan psikolog asal Jerman, dalam bukunya The Art of Loving.

Menurut Erich Fromm, cinta mengandung unsur kepedulian (care), tanggung jawab (responsibility), respek (respect), dan pengenalan (knowledge). Dalam pandangan Fromm, cinta tidak pasif melainkan aktif bertindak. Sebuah contoh sederhana adalah kita tidak dapat mengatakan bahwa kita mencintai bunga jika kita tidak menyiramnya. Karena cinta yang peduli dan bertanggung jawab adalah cinta yang memberi tanpa berharap untuk mendapat balasan.

Erich Fromm menambahkan, cinta dasarnya adalah memberi. Memberi adalah ungkapan kemampuan atau potensi yang paling tinggi. Dengan melihat orang yang dicintai bahagia tumbuh dan berkembang secara fisik, psikis dan spiritual, maka kita pun akan bahagia. Bahagia semacam ini muncul karena kita merasa mampu dan berarti bagi orang lain. Menurut Fromm, cinta yang berprinsip take and give bukanlah cinta sejati, tetapi cinta dagang. Itulah sebabnya konsep cinta yang ditawarkan Fromm disebut sebagai cinta yang altruistik.

Cinta Altruistik ditandai dengan adanya perhatian, keinginan untuk selalu memberikan sesuatu, dan selalu siap menerima dan memaafkan kesalahan atau kekurangan yang dicintainya. Cinta diartikan sebagai suatu tugas yang harus dilakukan tanpa pamrih. Bentuk cinta ini diungkapkan melalui pengorbanan diri, kesabaran dan rasa percaya terhadap orang yang dicintai.

Cinta seorang ibu kepada anaknya adalah contoh dari cinta altruistik. Betapapun besarnya pengorbanan, demi kecintaan pada buah hatinya, ia akan senatiasa melakukannya. Tentu saja kecintaan itu tidak memiliki pamrih sekecil apapun.

Begitu juga cinta seorang guru terhadap tugasnya dan cinta terhadap muridnya. Dengan kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah pekerjaan mulia dalam rangka mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik, maka pengorbanan bagi seorang guru adalah keniscayaan. Walaupun, seringkali pengorbanan yang dilakukannya itu tidak sebanding dengan apa yang ia terima.

John F. Kennedy, salah seorang presiden Amerika dalam salah satu pidatonya mengatakan. “Janganlah anda bertanya tentang apa yang bisa diberikan Amerika kepada anda, tetapi tanyalah tentang apa yang bisa anda berikan kepada Amerika”. Pidato itu ingin menyindir rakyat Amerika, terutama kaum mudanya, yang sudah mengalami kemerosotan dalam semangat cinta tanah airnya. Banyak kaum muda yang menolak mobilisasi, berdemonstrasi menentang kenaikan bahan makanan pokok, menolak kenaikan pajak dan lain-lain. Ucapan Kennedy ini menjadi masyhur untuk digunakan menyemangati bangsa agar mau berkorban demi kecintaan pada tanah air.

Cinta altruistik memang cinta yang unik. Cinta yang didasari oleh ketulusan. Cinta yang mendatangkan energi kuat untuk melakukan pengorbanan apa saja. Seringkali kita berbuat kebaikan kepada orang lain, tetapi balasannya tidak sebanyak kebaikan yang kita lakukan. Tetapi ingatlah bahwa Tuhan tidak akan pernah luput untuk memberi ganjaran kepada umatnya yang senantiasa berbuat kebaikan. Meminjam kata-kata seorang bijak, “Give to the world the best you have, and the best will comeback to you”. Berikan yang terbaik yang engkau miliki, niscaya yang terbaik pula yang akan engkau terima.

Usep Supriatna